Thursday, December 23, 2010

Mengenal Investasi Saham (2)


Cara mendapat keuntungan dari investasi di saham mau pun reksadana adalah dari kenaikan harga atau dari pembagian dividen perusahaan. Apakah dengan demikian investasi di saham sama dengan berjudi? Pertanyaan yang selalu muncul akibat ulah segelintir pelaku spekulan di pasar modal, sampai menghalangi banyak orang untuk mulai berinvestasi. Minggu ini, saya jelaskan sedikit bagaimana cara memperoleh keuntungan melalui investasi saham dan menepis keraguan Anda tentang mitos saham=judi.

Untung dari investasi saham

Jika saya membeli saham Telkom, sebagai pemilik tentu dapat menikmati hasil yang menguntungkan. 
Dari kenaikan harga Telkom, keuntungan baru benar-benar di tangan saya jika saya menjual saham saya. Misalnya, saya beli 5 lot saham Telkom di harga Rp. 9,000 yang kemudian saya jual di harga Rp. 9,500. Maka, saya untung Rp. 1,25 juta sebelum pajak dan komisi lain. 

 Nah, jika Telkom memperoleh laba, besar kemungkinan saya sebagai investor akan mendapat dividen atau pembagian keuntungan. Jadi, saya mendapat hasil berupa kenaikan modal dan arus kas dari berinvestasi di saham. 
 Apa ini artinya berjudi?

 Investasi yang sesuai Syariah

Seperti diajarkan ayah saya, Dr. Iwan Pontjowinoto, secara umum menurut prinsip Syariah Islam, ada beberapa hal yang perlu dipenuhi agar investasi itu dapat menjadi Halal. Pertama, bebas maysir atau mengambil resiko yang sangat berlebihan (berjudi). Prinsip utama berjudi adalah untuk satu pihak menang maka pasti pihak lain kalah.
Seperti berjudi yang menang hanya bisa bandar atau pejudi, bukan? 

Patut dipahami bahwa sebetulnya tidak ada paksaan untuk menjual atau membeli efek baik itu saham, reksadana maupun obligasi di bursa efek. Jadi, meskipun harga saham Anda sedang turun hingga 50%, tidak ada seorang pun selain Anda sendiri yang dapat memutuskan untuk menjual. Sangat berbeda dengan instrumen derivatif yang bekerja dengan sistem zero-sum game. Kemudian, jika Anda beli saham di harga Rp. 2,000 kemudian mau menjual di harga Rp. 5,000, maka transaksi terjadi karena kedua-belah pihak merasa untung. Kalau tidak, ngapain beli?

 Selain itu, investor seharusnya memiliki kemampuan yang cukup untuk mengadakan analisis atas peluang dan resiko investasi. Para manajer investasi yang mengelola reksadana pasti punya lisensi Bapepam, dan jago melakukan fundamental atau technical analysis. Untuk investor pemula, Anda cukup rajin membaca buku dan koran bisnis, berkonsultasi dengan financial planner, atau mengikuti kelas tentang investasi. Selama hal tersebut dipenuhi maka unsur maysir bisa dihindari. 

 Kedua, bebas gharar atau keragu-raguan. Investor yang menjual efek tidak bisa memilih investor yang akan membeli efek yang dijualnya. Dalam hal ini, bursa efek harus menjaga transparansi atas kondisi keuangan dari emiten. 
Selama informasi tersebut tersedia secara tepat waktu dan akurat, maka unsur gharar dapat dihindari.

 Prinsip syariah juga menegaskan sangat dilarang untuk menjual sesuatu yang belum dimiliki. Sehingga, praktek short-selling dengan menjual saham yang belum dimiliki untuk membeli saham di hari yang sama sangat dilarang. 
Bagaimana dengan berutang untuk investasi?

 Dalam berhutang untuk investasi, Anda akan mengambil utang dan menggunakannya sebagai tambahan modal (tentunya harus ada modal dari kocek sendiri) untuk ditanamkan dalam instrumen investasi. Kemudian, selama periode hutang,
Anda akan mengambil porsi keuntungan untuk membayar bunga. Praktek yang dikenal dengan istilah margin trading atau margin lending, sangat dilarang dalam prinsip Syariah. 
Ditegaskan bahwa kita tidak boleh membeli tanpa memiliki kebutuhan serta daya beli. Memang betul keuntungan bisa berlipat ganda, tapi kalau rugi bisa buntung berkali-kali kan? Jelas resiko yang berlebihan dan dapat mengacaukan mekanisme pasar yang wajar. 

 Ketiga, Halal. Agar menjadi halal, maka perusahaan emiten harus memenuhi syarat Syariah Islam, yaitu produk atau jasa yang diberikan tidak boleh haram atau syubhat, cara mengelola usaha tidak boleh zholim, merugikan pihak lain serta cara memperoleh pendapatan maupun keuntungan tidak boleh bathil. Perusahaan yang memenuhi kriteria halal ini sebagian masuk di Jakarta Islamic Index.

 Berdagang atau berinvestasi

Anda perlu bedakan antara berdagang saham versus berinvestasi di saham. Seorang investor mencari keuntungan dari pertumbuhan nilai investasi dan juga bagi hasil dalam bentuk dividen dari investasinya. Jangka waktu investasi yang dituju pun jangka panjang, paling tidak diatas 5 tahun untuk yang berprofil agresif.

 Sedangkan berdagang saham atau trading, ya persis seperti pedagang mobil atau lainnya. Jadi, Anda mencari keuntungan dari jual-beli saham dalam jangka pendek. Umumnya dalam hitungan bulan atau bahkan hari Anda akan menjual kembali saham yang telah dibeli dengan mengharapkan keuntungan dari kenaikan harga. 

 Untuk investasi jangka panjang, Anda wajib menentukan tujuan berinvestasi dan mematok potensi imbal hasil yang wajar (di ZAP Finance, kami gunakan 20% per tahun). Khusus untuk trading saham, investor sebaiknya melakukan analisa dan menentukan batas harga jual dan batas harga beli atas saham yang diincar. 

Misal, Anda beli saham X pada harga Rp.1,000 dan berpendapat bahwa harga wajar tertinggi adalah Rp. 1,200. Maka bila di hari yang sama terjadi kenaikan hingga Rp. 1,300, boleh saja Anda jual dan merealisasikan capital gain. Oleh sebab itu, infrastruktur informasi pun harus transparan dan tepat waktu. Saat ini investor terbantu dengan banyaknya broker sekuritas yang menyediakan fasilitas online trading, sehingga informasi sangat mudah diperoleh.

Tepatkah saham untuk saya?

Tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen pasar dan likuiditas keuangan mempengaruhi kondisi penawaran dan permintaan. Dampaknya harga saham bisa berbeda jauh dari nilai pasar wajar (intrinsic value). 
Namun, kalau Anda memang serius untuk berinvestasi di saham suatu perusahaan, Anda tidak akan terpengaruh oleh anjloknya harga saham (yang bersifat sementara). Alasannya, kondisi perusahaan masih bagus dan investasi anda ditujukan untuk jangka panjang. Ceritanya menjadi lain bila memang prospek perusahaan kurang bagus.

 Investasi di saham memang memberikan potensi keuntungan yang menggiurkan serta bisa memenuhi prinsip Syariah. Namun, tetap saja tidak ada investasi tanpa resiko. Minggu depan, saya akan ajak Anda memahami resiko-resiko dalam berinvestasi saham dan bagaimana mempersiapkan keuangan sebelum berinvestasi.


Mengenal Investasi Saham (1)

Oleh: Prita H. Ghozie, SE, MCom, GCertFinPlanning, CFP ( KONTAN Mingguan No.50 - XIV Edisi 17-21 September 2010. Hal. 15)


Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar modal merupakan salah satu tempat untuk berinvestasi yang bagus. Faktanya, jumlah investor yang tercatat masuk ke pasar modal Indonesia jumlahnya belum mencapai 80 ribu orang, tidak sampai 1% dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya ratusan juta itu. 

Tak kenal maka tak sayang. Seringkali saya mendapati masyarakat enggan berinvestasi di saham dengan alasan pasti rugi, tidak paham, tidak sesuai syariah, hingga menganggap investasi saham merupakan bentuk lain berjudi. Untuk Anda yang belum sempat atau tidak kebagian kursi di acara Kontan Share & Learn tentang investasi saham beberapa waktu lalu, semoga rangkaian tulisan saya berikut ini dapat menjawab sedikit rasa keingintahuan Anda.

Apa itu Saham
Saham adalah investasi modal. Anda tentu paham bahwa sebuah perusahaan pasti memiliki modal yang dicatat dengan sebutan saham di laporan keuangan. Bila Anda membeli saham, maka bisa dikatakan bahwa Anda memiliki bagian kecil di perusahaan tersebut dan dikenal dengan sebutan pemegang saham. Sebagai buktinya, Anda akan mendapatkan sertifikat bukti kepemilikan yang kita sebut saham.

Masih bingung juga?
Simak analogi cerita Sapi Betina yang kerap diajarkan oleh ayah saya, Dr. Iwan Pontjowinoto, saat menjelaskan tentang investasi saham kepada saya.

Misalnya ada 3 orang investor, Arzie, Althaf, dan Ardzaky, yang ingin membeli sapi bersama-sama. Sapi betina saat ini harganya Rp. 9 juta, sehingga mereka bertiga masing-masing memasukkan dana Rp. 3 juta untu membelinya. Mereka membeli sapi betina yang akan dipelihara dengan harapan mendapatkan susu setiap hari dan mendapatkan anak sapi setahun sekali. Bahasa keuangannya: Investasi Rp.9 juta pada seekor sapi betina, expected weekly income atau dividen setara 20 liter susu sapi, dan expected annual capital gain berupa seekor anak sapi. Masing-masing memiliki hak yang setara, yaitu 1/3 atas sapi dan semua hasilnya.

Setelah berjalan 6 bulan, sapi tersebut bunting dan selama ini memberikan susu rata-rata 24 liter/minggu. 
Jadi, menurut paparan analis, investment outlook-nya bagus sekali.

Setelah berjalan 7 bulan, mendadak Althaf perlu uang untuk suatu kepentingan. Untuk mengambil bagiannya, apakah mereka harus memotong sapi itu? Tentu tidak! Mereka pasti akan bingung menentukan siapa yang mendapat bagian paha, buntut, dan lainnya, padahal harganya jika dijual di pasar tentu tidak setara. Semua niatnya mau berinvestasi di sapi betina yang hidup, bukan pada daging dan kulit sapi betina. Oleh karena itu, mereka buatlah potongan-potongan puzzle yang menandakan masing-masing memiliki hak atas sapi.
Apakah harganya masih Rp. 9 juta? Sapi betinanya sudah tambah gemuk dan saat ini keadaannya bunting. Untuk mengetahui berapa harga pasar si sapi betina, dibawalah sapi tersebut ke pasar dan ditawarkan kepada para saudagar sapi betina. Setelah ditanyakan ternyata para saudagar mau membeli dengan harga rata-rata Rp.12 juta untuk satu ekor sapi. Oleh karena itu, untuk mengambil hak si Althaf, 1 puzzle dapat dibeli dengan harga Rp.4juta.

Cerita Sapi Betina dalam Kehidupan Nyata

Sekarang, misal kita anggap P.T. Telekomunikasi Indonesia (Telkom) adalah 20.000.000 ekor sapi betina. Maka, semua orang yang berinvestasi pada P.T. Telkom adalah pemilik bersama dari 20.000.000 ekor sapi betina tersebut. Untuk memperjelas kepemilikan, dibuatlah sertifikat kepemilikan sapi Telkomsari. Misalnya, untuk setiap seekor sapi mendapat 3 sertifikat.
Jadi, saham adalah sertifikat sapi betina. 

Seperti cerita diatas, permasalahan saat Althaf ingin menjual bagiannya dapat diselesaikan. Saudagar Rafa yang membeli bagian Althaf akan mendapatkan 1 sertifikat Telkomsari dengan membayar Rp. 4 juta. Althaf adalah investor penjual, dan Rafa adalah investor pembeli. Selisih harga jual Rp.4 juta dikurangi harga beli Rp 3 juta adalah capital gain untuk Althaf dari investasinya di sapi betina. Delapan liter susu setiap minggu yang diperoleh Althaf  adalah weekly dividend. 
Sedangkan, pasar yang mengatur mekanisme untuk menampung penawaran dan permintaan para saudagar sapi betina merupakan Bursa Efek. 

Anda perlu ingat bahwa meski Arzie, Ardzaky, dan Althaf tidak memelihara sapi-sapi itu secara fisik, karena mereka hanya memegang bukti kepemilikan yang disebut Telkomsari itu. Namun, tetap saja sapi-sapi itu nyata adanya. Sama halnya dengan berinvestasi saham, Anda tidak akan memegang secara fisik sertifikat saham, namun jumlah kepemilikan akan tercatat di KSEI dan perusahaan yang Anda investasikan memang beroperasi dengan baik dan bagus.

Keuntungan berinvestasi saham

Investasi saham dapat dilakukan melalui investasi langsung ke pasar modal, mau pun membeli reksadana berbasis saham atau campuran. Masing-masing memiliki keunggulan, tergantung apa tujuan keuangan Anda.


Enhanced by Zemanta